form informasi
DUMAS
 
Kontak & Lokasi Kampus
 
 
 
Untitled Document
Selamat datang di STABN Sriwijaya "Buddhistik Unggul Berkarakter". Anda memasuki wilayah Zona Integritas: bebas dari korupsi dan bebas dari gratifikasi    |    STOP PUNGLI !!! Kami TOLAK PUNGLI !!! Ada pungutan liar, laporkan ke: lapor@saberpungli.id ; Call Center: 0821 1213 1323; SMS: 1193 / 0856 8880 881 / 0821 1213 1323; Fax.: 021-345 3085   |   
 
 
Untitled Document
Pendaftaran Online
Program Reguler
Area Mahasiswa  -  Dosen
Alumni
Beasiswa
Galeri
Publikasi P2M
Publikasi P3M
Layanan Informasi
E-Journal
Kuliah Online
Repository
PPID
SW Penerbit
 
Artikel
 
 
Bahaya Perjudian dalm Perspektif Agama Buddha
01-07-2024 | dibaca 2103 X

Penulis : Sugeng, S.Ag., M.Pd.B. (Dosen STABN Sriwijaya)

Perjudian adalah aktivitas yang telah ada sejak zaman kuno dengan mempertaruhkan uang atau barang berharga dalam permainan atau acara dengan harapan memenangkan lebih banyak lagi. Dahulu perjudian identik dengan permainan dadu atupun kartu. Pada era digital saat ini dengan berbagai kemudahan penggunaan internet masyarakat dikenalkan dengan istilah baru “judi online”. Judi online adalah perjudian yang dilakukan secara daring melalui internet.

Bersumber dari portal berita Detiknews (15/6/2024), fakta baru mengenai judi online terungkap yakni jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan judi online paling tinggi. Angka transaksi judi online bahkan menyalip transaksi mencurigakan dalam kasus korupsi. Nilai transaksi keuangan mencurigakan terkait judi online meningkat setiap tahunnya. Tahun 2024 ini, jika diakumulasikan transaksi judi online mencapai Rp 600 triliun. Diperkirakan pemain judi online di Indonesia sebanyak 3,2 juta orang. Mereka terdiri dari pelajar hingga ibu rumah tangga.

Meskipun sering dianggap sebagai bentuk hiburan atau cara cepat untuk memperoleh kekayaan, perjudian membawa risiko yang signifikan, baik dari segi finansial maupun psikologis. Di balik daya tarik dan kilau dunia perjudian, terdapat berbagai bahaya yang mengintai. Perjudian pada dasarnya bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan agama. Salah satu perspektif yang menyoroti bahaya perjudian secara mendalam adalah ajaran agama Buddha. Dalam pandangan agama Buddha, perjudian bukan hanya sekadar aktivitas yang berisiko, tetapi juga tindakan yang dapat merusak kesejahteraan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Seruan tentang bahaya perjudian dan anjuran untuk menghindari perjudian tentunya juga dapat ditemukan di setiap ajaran agama.

Pandangan Umum agama Buddha terhadap Perilaku Negatif

Agama Buddha sangat menekankan pentingnya menjalani kehidupan yang bermoral dan beretika. Prinsip dasar yang harus diikuti oleh setiap umat Buddha adalah menghindari perilaku negatif yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Salah satu pokok ajaran Buddha adalah pelaksanaan moralitas (sila) yang merupakan landasan untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan tenteram.

Pancasila Buddhis adalah lima prinsip moral dasar yang diikuti oleh umat Buddha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan untuk mendukung perjalanan spiritual mereka. Lima sila ini adalah berlatih untuk tidak membunuh makhluk hidup; tidak mencuri; tidak berzina; tidak berbohong; dan tidak mengonsumsi minuman keras atau zat yang dapat menyebabkan ketagihan dan lemahnya kewaspadaan (Rashid, 1997).

Perjudian secara langsung tidak disebutkan dalam lima sila ini. Namun, sila kedua, yang melarang mencuri, dan sila kelima, yang melarang penggunaan zat yang menyebabkan ketagihan dan lemahnya kewaspadaan, dapat diterapkan dalam konteks perjudian. Perjudian sering kali melibatkan penipuan atau pencurian secara tidak langsung, dan kecanduan perjudian dapat menyebabkan seseorang kehilangan kendali atas dirinya, serupa dengan kecanduan alkohol atau narkoba.

Selain itu, hal penting yang ditekankan dalam agama Buddha adalah tentang superiornya pikiran. Dalam Dhammapada Bab I Yamakavagga syair pertama, Buddha menyatakan bahwa pikiran menjadi pelopor dari setiap ucapan dan perbuatan (Dhp.1). Pikiran disertai kebodohan (moha), keserakahan (lobha), dan kebencian (dosa) memunculkan perilaku tidak baik yang dapat merugikan diri sendiri dan makhluk lain. Kebahagiaan hanya dapat diperoleh dari mengembangkan batin yang bajik dan luhur yakni tanpa kebodohan (amoha), tanpa keserakahan (alobha), dan tanpa kebencian (adosa).

Bahaya Perjudian dalam Perspektif Agama Buddha

Dalam literatur agama Buddha, seperti Parabhava Sutta, Dighajanu Sutta, dan Sigalovada Sutta, secara jelas perjudian disebutkan sebagai salah satu aktivitas yang pantas untuk ditinggalkan. Buddha memberikan penjelasan atas pertanyaan dari sesosok dewa tentang penyebab dari manusia yang menderita keruntuhan. Buddha menyatakan salah satu penyebab dari manusia menderita keruntuhan adalah senang bermain perempuan, mabuk-mabukan, berjudi, dan menghambur-hamburkan apa yang telah diperolehnya (Snp.1.6). Keruntuhan dapat dimaknai dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kemerosotan batin, finansial, keluarga, karier, persahabatan, reputasi, dan lain sebagainya.

Terkait keruntuhan finansial, di dalam Dighajanu Sutta Buddha menyatakan bahwa: “Kekayaan yang dikumpulkan memiliki empat sumber pemborosan: bermain perempuan, bermabuk-mabukan, berjudi, dan pertemanan yang buruk, pergaulan yang buruk, persahabatan yang buruk. Seperti halnya ada sebuah waduk besar dengan empat saluran masuk dan empat saluran keluar, dan seseorang menutup saluran-saluran masuk dan membuka saluran-saluran keluar, dan tidak ada turun hujan, maka ia dapat berharap air dalam waduk tersebut menjadi berkurang dan bukan bertambah; demikian pula, kekayaan yang dikumpulkan demikian memiliki empat sumber pemborosan” (AN. 8.54).

Dalam Sigalovada Sutta, Buddha memberikan nasihat kepada seorang pemuda bernama Sigala tentang cara menjalani kehidupan yang baik dan bermoral. Buddha menjelaskan bahwa perjudian adalah salah satu dari enam perilaku yang merusak kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang. Keenam perilaku tersebut adalah:

1. Mengonsumsi minuman keras dan zat yang menyebabkan lemahnya kewaspadaan;

2. Berkeliaran di jalanan pada waktu yang tidak pantas;

3. Sering mengunjungi tempat hiburan;

4. Berjudi;

5. Bergaul dengan orang-orang yang tidak bermoral;

6. Bermalas-malasan dan tidak bekerja keras;

Buddha memberikan nasihat kepada Sigala tentang enam bahaya akibat gemar berjudi. Enam bahaya tersebut adalah:

1. Bila menang, ia memperoleh kebencian;

2. Bila kalah, ia meratapi harta kekayaannya yang telah hilang;

3. Kerugian harta benda secara nyata;

4. Di pengadilan kata-katanya tidak berharga;

5. Dipandang rendah oleh sahabat-sahabat dan pejabat-pejabat pemerintah;

6. Tidak disukai oleh orang-orang yang akan mencari atau mengambil menantu, karena mereka akan berkata bahwa seorang penjudi tidak dapat menjaga seorang istri (DN. 31).

Dalam perspektif agama Buddha, bahaya perjudian sangat jelas dan luas. Dampak negatifnya tidak hanya dirasakan oleh individu yang berjudi tetapi juga oleh keluarga dan masyarakat luas. Akibat perjudian berdampak pada rusaknya semua aspek kehidupan manusia, dari aspek batin; ekonomi; reputasi; persahabatan; keluarga; dan sosial.

Menjauhkan Diri dari Praktik Perjudian

Dalam Dighajanu Sutta, seorang yang bernama Dighajanu, bertanya kepada Buddha tentang perilaku yang dapat membawa kebahagiaan bagi perumah tangga dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang. Menjawab pertanyaan ini, Buddha menjelaskan ada empat hal yang berguna yang akan dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, yaitu:

1. Utthanasampada: rajin dan bersemangat dalam mengerjakan apa saja, harus terampil dan produktif; mengerti dengan baik dan benar terhadap pekerjaannya, serta mampu mengelola pekerjaannya secara tuntas.

2. Arakkhasampada: ia harus pandai menjaga penghasilannya, yang diperolehnya dengan cara benar, yang merupakan jerih payahnya sendiri.

3. Kalyanamitta: mencari pergaulan yang baik, memiliki sahabat yang baik, yang terpelajar, bermoral, yang dapat membantunya ke jalan yang benar, yaitu yang jauh dari kejahatan.

4. Samajivikata: harus dapat hidup sesuai dengan batas-batas kemampuannya. Artinya bisa menempuh cara hidup yang sesuai dan seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya, tidak boros, tetapi juga tidak pelit/kikir (AN. 8.54)

Petunjuk di atas menyatakan bahwa kebahagiaan diperoleh dengan cara yang benar bukan dengan cara instan. Bekerja dengan cara yang benar dan bersungguh-sungguh. Mampu menjaga dan menggunakan apa yang telah diperoleh dengan benar serta memiliki pergaulan dengan mereka yang bermoral.

Perjudian meskipun tidak terdapat dalam lima latihan kemoralan (pancasila) dapat menjadi kondisi terjadinya perilaku pelanggaran sila. Buddha secara rinci menyatakan adanya bahaya dari akibat perjudian yang menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Perjudian menyebabkan kemerosotan moral; kehancuran finansial; kehancuran keluarga; rusaknya hubungan persahabatan, kehancuran karier, dan rusaknya reputasi. Dengan memahami bahaya dari akibat perjudian diharapakan kita semua dapat menjauhkan diri dari perilaku merugikan ini. Mengembangkan batin yang luhur dan melatih diri pada pelaksanaan kemoralan. Mari kita bersama-sama berperan aktif menjadi penerang sekaligus figur yang baik bagi lingkungan kita.



 
 
Profil Bulan Ini
 
 
Upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI
Upacara Bendera
   
 
 
 
     
 
Alumni Sukses
     
 
Tetap Berusaha dan Pantang Menyerah
Kesuksesan
   
 
 
 
     
Berita
 
 
37.849 Peserta Lulus SKD Calon PNS Kementerian Agama 2024
Kementerian Agama hari ini mengumumkan hasil seleksi kompetensi kompetensi dasar (SKD) calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
   
Gelar Rakernas, Menag: Peras Otak, Berikan Solusi Terbaik Bagi Umat
Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada 15 - 17 November 2024 di Bogor, Jawa Barat.
   
 
 
 
     
 
Artikel
     
 
Paus dan Semiotika Pesan Bagi Indonesia
Jika saya bertemu langsung dengan Bapa Suci Paus, pemimpin tertinggi umat Katolik dunia, saya akan bingung menyapa beliau dengan salam apa?
   
Bahaya Perjudian dalm Perspektif Agama Buddha
Perjudian adalah aktivitas yang telah ada sejak zaman kuno dengan mempertaruhkan uang atau barang berharga dalam permainan atau acara dengan harapan m
   
 
 
 
     
    All Right Reserved © STABN SRIWIJAYA