form informasi
DUMAS
 
Kontak & Lokasi Kampus
 
 
 
Untitled Document
Selamat datang di STABN Sriwijaya "Buddhistik Unggul Berkarakter". Anda memasuki wilayah Zona Integritas: bebas dari korupsi dan bebas dari gratifikasi    |    STOP PUNGLI !!! Kami TOLAK PUNGLI !!! Ada pungutan liar, laporkan ke: lapor@saberpungli.id ; Call Center: 0821 1213 1323; SMS: 1193 / 0856 8880 881 / 0821 1213 1323; Fax.: 021-345 3085   |   
 
 
Untitled Document
Pendaftaran Online
Program Reguler
Area Mahasiswa  -  Dosen
Alumni
Beasiswa
Galeri
Publikasi P2M
Publikasi P3M
Layanan Informasi
E-Journal
Kuliah Online
Repository
PPID
SW Penerbit
 
Artikel
 
 
PEMANFAATAAN GUNUNG SRANDIL SEBAGAI SARANA UNTUK MENINGKATKAN ASPEK SADDHA UMAT BUDDHA DI DAERAH CILACAP MELALUI MORAL ACTION
07-02-2017 | dibaca 1829 X

PEMANFAATAAN GUNUNG SRANDIL
SEBAGAI SARANA UNTUK MENINGKATKAN ASPEK SADDHA
UMAT BUDDHA DI DAERAH CILACAP MELALUI MORAL ACTION

Oleh:
Budi Riyanto
Budingapak89@gmail.com

.

Dalam bidang keagamaan atau spiritual, di Indonesia terdapat banyak keyakinan sejak dahulu. Masyarakat Indonesia pada zaman dahulu mempercayai keyakinan yaitu animisme dan dinamisme. Animisme adalah sebuah kepercayaan terhadap adanya makhluk halus atau roh-roh yang ada pada setiap benda hidup atau benda mati sekalipun. Sejak zaman dahulu, sebagian masyarakat Indonesia juga memberikan penghormatan kepada roh-roh atau makhluk halus. Penghormatan yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan untuk mencari keberuntungan, misalnya mendapat kekayaan. Dinamisme adalah kepercayaan akan adanya kekuatan gaib yang terdapat pada benda, baik yang hidup atau mati. Benda yang memiliki kekuatan gaib ini dipercaya memancarkan energi pada apa yang ada di sekitarnya.

Kepercayaan masyarakat terhadap tempat yang disakralkan dapat berlebihan, contohnya dibuat sebagai tempat pemujaan untuk mencari ilmu hitam dan pesugihan. Pemujaan tempat-tempat yang dianggap sakral sudah menjadi tradisi turun temurun dari nenek moyangnya. Di daerah Cilacap terdapat tempat yang disakralkan, salah satunya yaitu Gunung Srandil. Gunung Srandil terletak di desa Glempang pasir Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah (Sidik Purnama Negara, 2010: 21). Dari cerita masyarakat sekitar banyak tokoh yang melakukan petapaan di Gunung Srandil, seperti pejabat daerah, masyarakat luar daerah. Gunung Srandil menurut artinya dalam Kereta basa atau tata bahasa Jawa adalah Gunuk Nunggal, artinya gunukan tanah yang tinggi besar dan menyatu kepada Tuhan penuh kepasrahan, kelemah lembutan jiwa dalam hidup (Sidik Purnama Negara, 2010: 40). Untuk melakukan pemujaan terhadap roh-roh atau mahkluk gaib yang ada di Gunung Srandil, masyarakat melakukan petapaan dengan cara menginap dan mengelilingi Gunung Srandil yang berlawan dengan arah jarum jam dan saat mengelilingi Gunung Srandil yaitu lepas tengah malam antara jam 24.00 atau pukul 00.00 sampai pada pukul 03.00 pagi (Pesugihan Di Gunung Srandil dan Obyek Wisata Di Sekitarnya http://yukpintar.blogspot.co.id/2012/12/pesugihan-di-gunung-srandil-dan-obyek.html). Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat dari zaman dulu sampai sekarang yang memiliki keyakinan terhadap Gunung Srandil.

Umat Buddha di Cilacap masih melaksanakan tradisi di tempat-tempat sakral. Dalam kasus tersebut, terdapat umat Buddha di daerah Cilacap yang masih rendah pemahaman dan keyakinan tentang Dhamma. Hal tersebut menyebabkan pandangan salah dan dapat menurunkan moral (sila) bagi umat Buddha di daerah Cilacap, sehingga masih mempercayai tempat yang disakralkan untuk mencari ketenaran, kekayaan, dan mencari ilmu hitam. Beberapa tempat sakral di Gunung Srandil daerah Cilacap yang terdapat petitasan-petilasan di antaranya yaitu Mbah Gusti Agung, Hyang Sukma Sejati, Nini Dewi Tanjung Sekar Sari, Kaki Tunggal Sabdo Jati Daya among Raga, Juragan Dampu Awan, Lang-lang Buana, dan Sumur Belik Tuk Seling (Sidik Purnama Negara, 2010: 42-44). Dalam mencari hal tersebut beberapa umat Buddha masih melakukan petapaan di Gunung Srandil.

Pandangan salah tersebut yang terjadi pada masyarakat, khususnya sebagian umat Buddha yang mencari hal-hal kesenangan duniawi, mengikuti keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kegelapan batin (moha) yang ada pada dirinya. Dalam kitab suci Dhammapada Bab VI Pandita Vagga ayat 84 menyatakan bahwa “Seorang yang arif tidak berbuat jahat demi kepentingan sendiri ataupun orang lain; demikian pula ia tidak menginginkan anak, kekayaan, pangkat atau keberhasilan dengan cara tidak benar. Orang seperti itulah yang sesungguhnya luhur, bijaksana, dan berbudi”.

Adanya fenomena dalam kehidupan yang demikian, tidak selalu dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Hal tersebut sangat tergantung dari keyakinan masyarakat dan cara menyikapi serta mendapatkan hasilnya. Hal tersebut membuktikan bahwa umat Buddha yang tidak mengerti Dhamma dan fenomena kehidupan akan mencari jalan pintas dengan melakukan pemujaan terhadap tempat yang disakralkan. terdapat Umat Buddha yang datang ke Gunung Srandil mencari jalan pintas untuk ketenaran hidupnya dengan melakukan pandangan salah dan bertolak belakang dengan ajaran Sang Buddha.

Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada siswanya yaitu dengan cara melakukan moral action. Moral adalah suatu ajaran-ajaran, patokan, dan kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis (Kaelan, 2008: 93). Sedangkan action adalah perbuatan atau tindakan langsung. Jadi moral action merupakan ajaran yang berupa lisan atau tertulis yang dilakukan dengan perbuatan atau tindakan langsung. Dalam moral action, untuk mengarahkan seseorang sehingga mampu melakukan tindakan bermoral atau justru menghalanginya terdapat tiga aspek karakter yaitu kompetensi, kemauan, dan kebiasaan (Thomas Lickona, 2013: 86).

Berdasarkan latar belakang masalah penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: Adanya pandangan salah dari sebagian umat Buddha di Kabupaten Cilacap tentang Gunung Srandil sebagai tempat yang sakral, terdapat umat Buddha yang melakukan pemujaan di Gunung Srandil dan tidak sesuai dengan ajaran Sang Buddha, penyalah gunaan fungsi vihara di komplek Gunung Srandil, dan tindakan moral umat Buddha belum mampu mengatasi pandangan salah tentang Gunung Srandil.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pemanfaataan Gunung Srandil sebagai sarana untuk meningkatkan aspek saddha umat Buddha di Daerah Cilacap melalui moral action?”

Peneliti berharap dengan pemanfaataan Gunung Srandil sebagai sarana untuk meningkatkan aspek saddha umat Buddha di Daerah Cilacap melalui moral action, dapat mengubah sikap dan tingkah laku umat Buddha untuk menjalankan kehidupan sehari-hari dengan benar, dan juga dapat menambah pemahaman tentang Dhamma, sehingga mereka tidak melakukan pemujaan yang salah. Dalam instansi pendidikan, kasus ini dapat dijadikan sumber belajar bagi siswa.


Selengkapnya, silahkan unduh


 
 
Profil Bulan Ini
 
 
Upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI
Upacara Bendera
   
 
 
 
     
 
Alumni Sukses
     
 
Tetap Berusaha dan Pantang Menyerah
Kesuksesan
   
 
 
 
     
Berita
 
 
STABN Sriwijaya Melakukan Anjangsana dengan Yayasan Avalokitesvara Serang: Membangun Kerjasama dalam Pendidikan Agama Buddha
Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya menjalin hubungan yang erat dengan Yayasan Avalokitesvara Serang melalui kegiatan anjangsana yang
   
STABN Sriwijaya Meluncurkan Jurnal Internasional: Membangun Jembatan Pengetahuan Antarbangsa
Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya telah mencatatkan sejarah baru dengan peluncuran Jurnal Internasional
   
 
 
 
     
 
Artikel
     
 
Tingkat Keaktifan Mahasiswa dalam Perkuliahan di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya
Bahwa keaktifan bertanya mahasiswa dalam perkuliahan di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya dapat dikategorikan "Sering" menurut 53 orang
   
TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP LAYANAN AKADEMIK SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA
Tingkat kepuasan mahasiswa terhadap layanan akademik STABN Sriwijaya sebesar 75,52% yaitu mahasiswa merasa puas terhadap layanan yang diberikan
   
 
 
 
     
    All Right Reserved © STABN SRIWIJAYA