MAKNA TRADISI SEDEKAH BUMI (COGLOK) BAGI MASYARAKAT BUDDHIS DI DESA KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG
MAKNA TRADISI SEDEKAH BUMI (COGLOK) BAGI MASYARAKAT
BUDDHIS DI DESA KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN
KABUPATEN TEMANGGUNG
Oleh:
ARIYA BODHI SAPUTRA
NIM 0250112010492
.
Tradisi merupakan warisan nenek moyang yang menjadi rujukan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat dari generasi ke generasi. Warisan yang diturunkan tersebut dapat berupa nilai-nilai luhur ataupun kebiasaan yang dianggap memiliki makna yang berguna bagi seseorang secara pribadi ataupun bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi yang dijalankan secara turun-temurun dapat menjadi ciri khas kebudayaan kelompok masyarakat tertentu.
Menurut KBBI (2012: 1483) tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan. (Murgiyanto 2004:10) mengemukakan, Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, kebiasaan, kepercayaan, kesenian, tarian dari generasi kegenerasi, dari leluhur ke anak cucu secara lisan. Menurut (Peursen, 1976: 11) tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia yang mempunyai objek material, kepercayaan, khayalan, kejadian atau lembaga serta diwariskan dari satu generasi ke generasi lain berikutnya.
Tradisi dapat diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan unsur-unsur adat istiadat, kaidah-kaidah, dan pewarisan harta kekayaan. Adat maupun tradisi bukanlah sesuatu yang tak dapat berubah. Tradisi mengandung arti suatu kebiasaan yang dilakukan dengan cara yang sama oleh beberapa generasi dengan sedikit sekali atau bahkan tanpa perubahan. Dengan kata lain tradisi berarti kebiasaan yang sudah menjadi adat dan membudaya (Bastomi 1988:59). Menurut Sztompka (2007: 71) tradisi adalah kumpulan benda material dan gagasan yang diberi makna yang berasal dari masa lalu. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu dan mungkin bisa lenyap bila benda materi atau gagasan ditolak atau dilupakan. Tradisi merupakan suatu kebiasaan budaya yang telah dilakukan berulang kali dan menjadi bagian kehidupan masyarakat secara turun temurun sampai sekarang hingga tradisipun dapat mengalami beberapa perubahan.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian tradisi di atas dapat disimpulkan, bahwa tradisi merupakan suatu hasil pemikiran yang mendalam mengenai kehidupan, yang menghasilkan suatu bentuk kegiatan, kepercayaan, adat, dan kesenian. Hasil pemikiran tersebut kemudian dilaksanakan secara turun temurun dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadikan tradisi tersebut sebagai kebiasaan dan telah melekat dalam diri manusia. Salah satu contoh kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kalimanggis melaksanakan yaitu tradisi sedekah bumi (Coglok).
Tradisi sedekah bumi di daerah tertentu, seperti di Sragen, mulai hilang dan jarang dilaksanakan oleh masyarakat secara kelompok. Tradisi sedekah bumi di Sragen masih dilaksanakan tetapi secara individu. Tradisi sedekah bumi di Sragen sudah mulai punah dikarenakan faktor agama dan modernisasi. Masyarakat mayoritas menganut agama Islam yang melarang untuk percaya dan menjalankan tradisi dan budaya yang bersifat mistik.
Di Desa Kalimanggis, tradisi Coglok masih lestari karena masyarakat yang mayoritas memeluk agama Buddha dan ajaran Kejawen masih menjaga dan melestarikannya. Letak geografis Desa Kalimanggis yang berada di pegunungan dan jauh dari perkotaan juga salah satu faktor lestarinya tradisi Coglok. Pengaruh budaya asing yang relatif masih lemah di Desa Kalimanggis mengakibatkan tradisi dan budaya di daerah tersebut tidak punah dan tetap lestari.
Tradisi Coglok berpotensi punah jika tidak ada sebagian masyarakat yang melestarikan. Banyak masalah yang dapat menyebabkan tradisi Coglok punah, seperti sebagian masyarakat kurang memahami makna dari tradisi Coglok. Sebagian Masyarakat menganggap pelaksanaan tradisi coglok hanyalah acara senang-senang, karena pada pelaksanaan kegiatan memang banyak hiburan. (observasi, 8 Agustus 2015).
Kurangnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap makna tradisi Coglok berdampak juga pada generasi muda. Sebagian generasi muda tampaknya kurang berminat untuk mengikuti tradisi Coglok. Hal ini terlihat pada pelaksanaan tradisi yang sebagian besar diikuti oleh para orang tua. Hanya sebagian kecil pemuda yang ikut serta dalam kegiatan tersebut (observasi, 8 Agustus 2015).
Letak geografis Desa Kalimanggis yang berada di dataran tinggi dan jauh dari perkotaan, serta lapangan kerja yang kurang, membuat para generasi muda pergi merantau ke daerah lain untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. Ketika mendapatkan pekerjaan tetap, mereka akan menetap di daerah tersebut dan jarang kembali ke daerah asalnya yaitu Desa Kalimanggis. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya generasi asli yang seharusnya dapat melestarikan tradisi Coglok.
Sebagian masyarakat masih percaya jika tradisi Coglok tidak dilaksanakan maka akan ada musibah yang menimpa Desa Kalimanggis yang disebabkan oleh mahkluk gaib. Musibah yang dialami antara lain tanah longsor dan gagal panen yang akan menyengsarakan masyarakat. Di sisi lain, jika sebagian masyarakat Buddhis masih percaya musibah disebabkan oleh makhluk halus mengakibatkan mereka memiliki pandangan salah. Masyarakat Buddhis yang masih memilki kepercayaan bahwa bencana tersebut disebabkan oleh mahkluk gaib maka tradisi tersebut kurang memberikan manfaat positif karena akan mengakibatkan kemelekatan dan ketergantungan. Sebagian masyarakat Buddhis yang bergantung pada makhluk gaib dan melekat dengan tradisi tersebut berarti belum memahami ajaran Buddha dengan baik. Umat Buddha seharusnya tidak boleh bergantung pada makhluk gaib dan melekat dengan tradisi turun-temurun yang tidak memberi manfaat.
Sebagai umat Buddha seharusnya memiliki pandangan benar tentang makna tradisi Coglok. Pandangan benar yang diajarkan oleh Sang Buddha terkandung dalam khotbahnya mengenai Jalan Mulia Berunsur Delapan, salah satunya yaitu pengertian benar (samma-ditthi). Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai makna tradisi Coglok, khususnya warga yang beragama Buddha.
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasi masalah yaitu kurangnya pemahaman sebagian masyarakat tentang makna tradisi Coglok. Kemudian kurangnya jumlah dan minat generasi muda dalam melestarikan tradisi Coglok. Sebagian masyarakat yang memiliki pandangan salah terhadap makna tradisi Coglok. Sebagian masyarakat Desa Kalimanggis yang bekerja di daerah lain dan kemudian menetap di daerah yang ditinggali menyebabkan tradisi Coglok berpotensi punah.
Fokus dalam penelititian ini adalah mendeskripsikan makna tradisi Coglok bagi masyarakat Buddhis di Desa Kalimanggis Kabupaten Temanggung. Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah ditemukan di atas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah makna tradisi Coglok bagi masyarakat Buddhis di Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung”. Tujuan penelitian ini secara operasional adalah untuk mendeskripsikan makna Tradisi Coglok bagi masyarakat Buddhis di Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan terutama mengenai pandangan masyarakat terhadap tradisi Coglok. Bagi masyarakat yang beragama Buddha agar mampu menjalankan tradisi sesuai dengan ajaran Buddha, sehingga tidak menjalankan tradisi secara berlebihan dan membuta.
Selengkapnya, silahkan unduh